A. Anatomi
Fisiologi
Ginjal terbungkus oleh selaput tipis
yang disebut kapsula renalis. Lapisan luar terdapat korteks renalis dan lapisan
sebelah dalam disebut medula renalis. Didalam ginjal terdapat nefron yang
merupakan bagian terkecil dari ginjal. Nefron terbentuk dari 2 komponen utama
yaitu
1). Glomerulus dan kapsula Bowman’s sebagai tempat air dan larutan
difiltrasi dari darah.
2).
Tubulus yaitu tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distalis dan tubulus
kolagentes yang mereabsorpsi material penting dari filtrat yang memungkinkan
bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrat
dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urin.
Glomerulonefritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Glamerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, willie, 1993).
Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditadai oleh peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glamerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, willie, 1993).
Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditadai oleh peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis adalah inflamasi
pada glomerulus ginjal dimana proses inflamasi ini dapat terjadi akibat reaksi
imun dan non imun, bersifat Akut, Laten atau Kronis Glomerulonefritis
Akut/Konis (GNA/K).
Glomerulonefritis dibagi menjadi
dua,yaitu:
1. Glomerulonefritis akut
2. Glomerulonefritis kronik
1. Glomerulonefritis akut
2. Glomerulonefritis kronik
B.
Pengertian
Glomerulo nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner dan Suddarth, 2001).
Glomerulo nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner dan Suddarth, 2001).
C.
Epidemiologi
Hasil penyelidikan klinis immunologis dan percobaan
pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses immunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2.
Proses autoimmune kuman streptokokkus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimmune yang merusak glomerulus.
3.
Streptokokkus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran
basalis ginjal.
D. Etiologi
- Kuman streptococus.
- Perhubungan dengan penyakit auto imun lain.
- Reaksi obat.
- Bakteri.
- Virus.
E.
Patofisiologi
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai bungkusan epimembanosa)pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai invasi PMN.
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai bungkusan epimembanosa)pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai invasi PMN.
F. Manifestasi
klinis
- Faringitis atau tansiktis.
- Demam
- Sakit kepala
- Malaise.
- Nyeri panggul
- Hipertensi
- Anoreksia
- Muntah
- Edema akut
- Oliguri
- Proteinuria
- Urin
berwarna cokelat.
G. Pemeriksaan
diagnostik
- Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk tidak serasi) SDm, leusit, dan gips hialin.
- Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) menurun, klerins kreatinin pada unrin digunakan sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan cara arus tegah (midstream).
- Nitrogen urea darah (BUN) da kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun.
- Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi).
- Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifilaasi jenis protein urin yang dikeluarkan dalam urin.
- Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-kadar kalium dan klorida.
- Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan diagnosis.
H. Komplikasi
- Hipertensi.
- Dekopensasi jantung
- GGA (Gagal Ginjal Akut)
- Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
- Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
- Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
- Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
- Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
I.
Penatalaksanaan
- Medik :
a)
Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan
elektrolit.
b)
Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas
kemampuan pasien.
c)
Pengawasan hipertenasiü antihipertensi.
d)
Pemberian antibiotik untuk infeksi.
e) Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
f)
Terapi
Antibiotik Long Term Penicillin, dan pasien harus terhindar dari infeksi, karena
dapat menimbulkan nefritis
- Keperawatan :
a) Pasien harus bed-rest sampai
manifestasi klinik hilang
b) Disesuaikan
dengan keadaan pasien.
c) Pasien
dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
d) Program
diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
e) Penjelasan
kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
f)
Anjuran kontrol
ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik atau GGK.
- Diet
a) Rendah protein jika kadar BUN dan
Creatinin dalam serum meningkat
b) Tinggi Karbohidrat
c) Rendah Garam
d) Intake dan Out-put harus diukur,
kontrol cairan & hypertensi,
e) Berikan obat antihipertensi jika
diperlukan
f)
Kaji
edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan diuretik
g) Observasi tanda-tanda vital waspada
terhadap adanya CHF
h) Jika sudah ambulasi,monitor
proteinure dan hematuria jika meningkat bedrest tetap dijalankan,jika ambulasi
dapat ditolelir pasien boleh pulang.
J.
Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia,
tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih
muda dari 2 tahun, lebih banyak pria dari pada wanita (2 : 1).
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal,
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus
beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim,
keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Identitas pasien.
2. Riwayat penyakit, dahulu, sekarang dan
keluarga.
3.
Riwayat /adanya faktor resiko.
a. Bagaimana frekuensi miksinya
b. Adakah kelainan waktu miksi
seperti
c. Apakah rasa sakit terdapat pada daerah
setempat atau secara unum
d. Apakah penyakit timbul setelah
adanya peyakit yang lain.
e. Apakah terdapat mual dan muntah.
f. Apakah terdapat udema.
g. Bagaimana keadaan urinnya
(volume, warna, bau, berat jenis, jumlah urie dalam 24 jam).
h. Adakah sekret atau darah yang
keluar.
i. Adakah hambatan seksual.
j. Bagaimana Riwayat, haid (menache,
lamanya, banyaknya, sirkulasinya, keluhannya)
k. Bagaimana Riwayat kehamilan,
arbortus, pemakaian alat kontrsepsi.
l. Rasa nyeri (lokasi, identitas, saat
timbulnya nyeri).
4. Riwayat Persalinan.
5. Riwayat Pendarahan.
B.
Diagnosa Keperawatan
- Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi air dan disfungsi ginjal
- Resiko infeksi (UTI, LOKAL, SISTEMIK) b/d penekanan pada system imun
- Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral cardiopulmunary b/d resiko krisis hipertensi
- Ketidakmampuan dalam aktivitas b/d penurunan protein dan disfungsi ginjal
- Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit,perawatan dirumah dan intruksi tindakan lanjut.
C. Rencana
Keperawatan
1. Resiko kelebihan volume cairan
b/d retensi air dan disfungsi ginjal
Tujuan:
Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil
• Tidak memperlihatkan Tanda-tanda kelebihan cairan dan elektrolit
• Intake dan output dalam keadaan seimbang
• Tidak memperlihatkan Tanda-tanda kelebihan cairan dan elektrolit
• Intake dan output dalam keadaan seimbang
Intervensi:
• Monitor dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan
• Ukur dan dokumentasikan intake dan output setiap 4 – 8 jam
• Catat jumlah dan karakteristik urine; laporkan bila ada penurunan output urine pada dokter
• Timbang BB setiap hari, dengan timbangan dan waktu yang sama
• Ukur BJ urin setiap 8 jam, lapor bila ada peningkatan
• Konsultasikan ke ahli diet untuk pembatasan Natrium dan Protein.
• Berikan cairan sesuai dengan cairan yang hilang
• Berikan batu es untuk mengontrol haus
• Monitor hasil pemeriksaan elektrolit, laporkan bila ada ketidaknormalan
• Kaji efektifitas pemeberian elektrolit scr. Parenteral/oral
• Monitor dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan
• Ukur dan dokumentasikan intake dan output setiap 4 – 8 jam
• Catat jumlah dan karakteristik urine; laporkan bila ada penurunan output urine pada dokter
• Timbang BB setiap hari, dengan timbangan dan waktu yang sama
• Ukur BJ urin setiap 8 jam, lapor bila ada peningkatan
• Konsultasikan ke ahli diet untuk pembatasan Natrium dan Protein.
• Berikan cairan sesuai dengan cairan yang hilang
• Berikan batu es untuk mengontrol haus
• Monitor hasil pemeriksaan elektrolit, laporkan bila ada ketidaknormalan
• Kaji efektifitas pemeberian elektrolit scr. Parenteral/oral
2. Resiko
infeksi (UTI, LOKAL, SISTEMIK) b/d penekanan pada system imun
Tujuan:
Pasien akan memperlihatkan tidak adannya tanda-tanda infeksi
Pasien akan memperlihatkan tidak adannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil:
• Memiliki hasil pemeriksaan temperatur dan lab dalam batas normal
• Memiliki suara paru yang bersih
• Urinnya bening dan kuning
• Kulit utuh
• Memiliki hasil pemeriksaan temperatur dan lab dalam batas normal
• Memiliki suara paru yang bersih
• Urinnya bening dan kuning
• Kulit utuh
Intervensi:
• Kaji efektifitas pemeberian imunosupresive
• Monitor serum sel darah merah, antibodi, nilai set T
• Periksa temperatur tubuh setiap 4 jam
• Catat karakteristik urine
• Hindari pemasangan kateter pada saluran perkemihan
• Jika dipasang kateter, pertahankan closed gravity drain system
• Monitor adanya Tanda & gejala UTI, lakukan tindakan pencegahan UTI
• Asuskultasi suara paru setiap 4 jam
• Anjurkan untuk batuk dan nafas dalam
• Instruksikan pasien u/ menghindari orang yang menglamai infeksi
• Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit
• Kaji efektifitas pemeberian imunosupresive
• Monitor serum sel darah merah, antibodi, nilai set T
• Periksa temperatur tubuh setiap 4 jam
• Catat karakteristik urine
• Hindari pemasangan kateter pada saluran perkemihan
• Jika dipasang kateter, pertahankan closed gravity drain system
• Monitor adanya Tanda & gejala UTI, lakukan tindakan pencegahan UTI
• Asuskultasi suara paru setiap 4 jam
• Anjurkan untuk batuk dan nafas dalam
• Instruksikan pasien u/ menghindari orang yang menglamai infeksi
• Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit
3. Resiko
perubahan perfusi jaringan: serebral cardiopulmunary b/d resiko krisis
hipertensi
Tujuan:
Pasien akan meningkat toleransi terhadap aktifitas
Kriteria Hasil:
• Mengikuti rencana aktiftas
• TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein berlebihan
Intervensi:
• Gunakan diet protein untu mengganti protein yang hilang
• Berikan diet tinggi Kalori, diet tinggi KH
• Anjurkan Bedrest
• Berikan latihan dalam batas aktifitas yang dianjurkan
• Rencanakan aktifitas dengan memberikan periode waktu istirahat
Pasien akan meningkat toleransi terhadap aktifitas
Kriteria Hasil:
• Mengikuti rencana aktiftas
• TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein berlebihan
Intervensi:
• Gunakan diet protein untu mengganti protein yang hilang
• Berikan diet tinggi Kalori, diet tinggi KH
• Anjurkan Bedrest
• Berikan latihan dalam batas aktifitas yang dianjurkan
• Rencanakan aktifitas dengan memberikan periode waktu istirahat
4. Ketidakmampuan
dalam aktivitas b/d penurunan protein dan disfungsi ginjal
Tujuan:
Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria Hasil:
Dapat beraktivitas dengan baik
Intervensi:
• Kaji faktor yang menimbulkan intoleransi aktivitas
• Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
• Anjurkan istirahat alternative
Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria Hasil:
Dapat beraktivitas dengan baik
Intervensi:
• Kaji faktor yang menimbulkan intoleransi aktivitas
• Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
• Anjurkan istirahat alternative
5. Kurang
pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit, perawatan dirumah dan
intruksi tindakan lanjut.
Tujuan:
Pasien dapat mengerti penyakit dan pengobatannya
Pasien dapat mengerti penyakit dan pengobatannya
Kriteria Hasil:
• Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit,prognosis dan pengobatan
• Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit,prognosis dan pengobatan
Intervensi:
• Kaji ulang proses penyakit,prognosis,dan factor pencetus bila diketahui
• Kaji ulang pembatasan diet
• Diskusikan masalah nutrisi lain
• Diskusikan terapi obat
• Kaji ulang intake/output
• Kaji ulang proses penyakit,prognosis,dan factor pencetus bila diketahui
• Kaji ulang pembatasan diet
• Diskusikan masalah nutrisi lain
• Diskusikan terapi obat
• Kaji ulang intake/output
Glomerulus
Nefritis Kronik
A.
Definisi
- Penyakit Glomerulus Nefritis Kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
- Glomerulus Nefritis Kronik merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut,dalam jangka waktu panjang atau pendek.
- Glomerulus Nefritis Kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir (“and stage”) dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.
B.
Etiologi
- Glomerulonefritis akut
- Pielonefritis
- Diabetes mellitus
- Hipertensi yang tidak terkontrol
- Obstruksi saluran kemih
- Penyakit ginjal polikistik
- Gangguan vaskuler
- Lesi herediter
- Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
- Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
asuhan keperawatan pada klien dengan
GGK
C.
Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis
akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih
ringan,kadang-kadang sangat ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang
infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran
normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi
lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem
korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan penyakit
ginjal tahap akhir (ESRD).
- Penurunan GFR
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan
mendapatkan urin 24
jam untuk mendeteksi penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka
klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea
darah (BUN) juga akan meningkat.
- Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal).
- Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan
cairan dan natrium sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
- Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari
produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran GI.
- Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar
kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium
di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
- Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
D.
Manifestasi Klinik
- Kardiovaskuler
a.
Hipertensi
b.
Pembesaran
vena leher
c.
Pitting
edema
d.
Edema
periorbital
e.
Friction
rub pericardial
- Pulmoner
a.
Nafas
dangkal
b.
Krekels
c.
Kusmaul
d.
Sputum
kental dan liat
- Gastrointestinal
b.
Anoreksia,
mual dan muntah
c.
Nafas
berbau amonia
d.
Perdarahan
saluran GI
e.
Ulserasi
dan perdarahan pada mulut
- Muskuloskeletal
a.
Kehilangan
kekuatan otot
b.
Kram
otot
- Integumen
a.
Kulit
kering, bersisik
b.
Warna
kulit abu-abu mengkilat
c.
Kuku
tipis dan rapuh
d.
Rambut
tipis dan kasar
e.
Pruritus
f.
Ekimosis
- Reproduksi
a.
Atrofi
testis
b.
Amenore
(
SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)
E.
Pemeriksaan Diagnostik
- Urin
a.
Warna:
secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
b.
Volume
urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
c.
Berat
jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d.
Osmolalitas:
kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
e.
Protein:
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada
f.
Klirens
kreatinin: mungkin agak menurun
g.
Natrium:
lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
- Darah
a.
Ht
: menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
b.
BUN/
kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
c.
SDM:
menurun, defisiensi eritropoitin
d.
GDA:
asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
e.
Protein
(albumin) : menurun
f.
Natrium
serum : rendah
g.
Kalium:
meningkat
h.
Magnesium:
meningkat
i.
Kalsium
; menurun
- Osmolalitas serum:
·
Lebih
dari 285 mOsm/kg
- Pelogram Retrograd:
·
Abnormalitas
pelvis ginjal dan ureter
- Ultrasonografi Ginjal :
·
Untuk
menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
- Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
·
Untuk
menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
- Arteriogram Ginjal:
·
Mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
- EKG:
·
Ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa
(Doenges,
E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
F.
Penatalaksanaan Medis
- Dialisis
- Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
- Diit rendah uremi
Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH
& rendah protein, Rendah K Bila Ada gagal ginjal. Antibiotik jika ada
infeksi pemberian korticosteroid & Cytotoxic.Anti Hypertensi, diuretic, plasmapheresis.
(
SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
Keperawatan
- TTV setiap 4 jam
- Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
- Mengganti cairan yang hilang
- Monitor intake-Output
G.
Komplikasi
- Hipertensi
- Hiperkalemia
- Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
- Anemia
- Penyakit tulang
- Malnutrisi
- Infeksi sekunder
- Gangguan koagulasi
- Akselerasi aterosklerosis
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
Asuhan
Keperawatan
I.
Pengkajian
- Aktifitas /istirahat
Gejala:
-
Kelemahan malaise
-
Kelelahan ekstrem,
-
Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
-
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
- Sirkulasi
Gejala:
-
Riwayat hipertensi lama atau berat
-
Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
-
Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
-
Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
-
Disritmia jantung
-
Pucat pada kulit
-
Friction rub perikardial
-
Kecenderungan perdarahan
- Integritas ego
Gejala:
-
Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
-
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah,
perubahan kepribadian, mudah terangsang
- Eliminasi
Gejala:
-
Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
-
Diare, Konstipasi, abdomen kembung,
Tanda:
-
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan,
berawan
-
Oliguria, dapat menjadi anuria
- Makanan/cairan
Gejala:
- Peningkatan BB
cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia,
mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan
amonia)
Tanda:
- Distensi
abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Edema (umum,
tergantung)
- Perubahan turgor
kulit/kelembaban
- Ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
- Neurosensori
Gejala:
- Kram
otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit kepala,
penglihatan kabur
- telapak kaki
- Kebas/kesemutan
dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
Tanda:
- Gangguan status
mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor, koma
- Kejang,
fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis,
kuku tipis dan rapuh
- Nyeri/kenyamanan
Gejala:, sakit kepala, kram
otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah
- Pernapasan
Gejala:
- Dispnea, nafas
pendek, nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda:
- Dispnea,
takipnea pernapasan kusmaul
- Batuk produktif
dengan sputum merah muda encer (edema paru)
- Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi
Tanda:
- Pruritus
- Demam (sepsis,
dehidrasi)
- Seksualitas
Gejala:
amenorea, infertilitas, penurunan libido
- Interaksi sosial
Gejala:
-
Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga
- Penyuluhan
- Riwayat
diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria
-
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan
antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626-
628)
II.
Diagnosa
Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia
- Peningkatan volume cairan b/d oliguri
- Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.
- Intolerance aktiviti b/d fatigue.
- Gangguan istirahat tidur b/d
immobilisasi dan edema.
III.
Rencana Keperawatan
a.
Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan
hipernatremia
KE : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.
Intervensi :
1. Monitor dan catat TD setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut.
R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi selanjutnya.
2. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction
R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
3. Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien.
R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
4. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam).
R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah.
5. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
6. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
KE : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.
Intervensi :
1. Monitor dan catat TD setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut.
R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi selanjutnya.
2. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction
R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
3. Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien.
R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
4. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam).
R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah.
5. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
6. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
b.
Peningkatan volume cairan b/d oliguri
KE : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
1. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
R/ : Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan , penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
2. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
R/ : Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
3. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide.
R/ : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium.
4. Monitor dan catat intake cairan.
R/ : Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
5. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
R/ : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
6. Monitor hasil tes laboratorium
R/ : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
KE : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
1. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
R/ : Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan , penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
2. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
R/ : Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
3. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide.
R/ : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium.
4. Monitor dan catat intake cairan.
R/ : Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
5. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
R/ : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
6. Monitor hasil tes laboratorium
R/ : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
c.
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
anorexia.
KEH: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
1. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial.
2. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
3. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan.
KEH: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
1. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial.
2. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
3. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan.
d.
Intoleransi aktivitas b/d fatigue.
KH : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.
Intervensi :
1. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.
R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal.
2. Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien.
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan.
3. Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
KH : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.
Intervensi :
1. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.
R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal.
2. Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien.
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan.
3. Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
e.
Gangguan istirahat tidur b/d immobilisasi dan edema.
KH : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik.
Intervensi :
1. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien
R/ : Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.
2. Bantu merubah posisi tiap 2 jam.
R/ : Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko terjadi kerusakan kulit.
3. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.
R/ : Deodoran/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan kulit.
4. Dukung/beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami edema.
R/ : Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan.
5. Jika klien laki-laki scrotum dibalut.
R/ : Untuk mengurangi kerusakan kulit
KH : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik.
Intervensi :
1. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien
R/ : Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.
2. Bantu merubah posisi tiap 2 jam.
R/ : Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko terjadi kerusakan kulit.
3. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.
R/ : Deodoran/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan kulit.
4. Dukung/beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami edema.
R/ : Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan.
5. Jika klien laki-laki scrotum dibalut.
R/ : Untuk mengurangi kerusakan kulit
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaplus; 2002
Price,Sylvia Anderson, Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses
penyakit, Jakarta;EGC,2005
Smeltzer,Suzanne C.Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner
& Suddart,Jakarta;EGC,2001
Doengoes, Marylynn E, Rencana Asuhan Keperawatan,
Jakarta;EGC,1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar