A.
MEDIS
1.
PENGERTIAN
Hipoparatiroid
adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat.
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui
2.
ANATOMI
FISIOLOGI
Kelenjar
paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga
dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar
paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub
bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar
paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah
kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar
paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695). Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada
manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub
superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak
masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan
paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar
paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya
dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief
cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma
dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH).
Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan
sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas
hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia,
tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak
ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan
modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan
dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya
menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan
aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004,
695)
3.
ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari
penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi
yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
a. Defisiensi
sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
1) Post
operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
2) Idiopatik,
penyakit ini jarang terjadi pada kongenital atau didapat (acquired).
b. Hipomagnesemia.
c. Sekresi
hormon paratiroid yang tidak aktif.
d. Resistensi terhadap hormon paratiroid
(pseudohipoparatiroidisme)
4.
PATOFISIOLOGI
Pada
hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post
operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan,
tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh
darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi
tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid
bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid,
jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua
bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
5.
TANDA
DAN GEJALA
Hipokalsemia
menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama
hipoparatiroidisme yang berupa tetani
Tetani
merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetani laten terdapat gejala patirasa,
kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua
belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetani yang nyata, tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta
pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia,
aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas,
depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.
(Brunner & Suddath, 2001)
6.
KLASIFIKASI
a. Hipoparatiroid
neonatal
Hipoparatiroid neonatal
dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita
hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.
b. Simple
idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat
ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh
autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium,
jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena
menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia
pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
c. Hipoparatiroid
pascabedah
Kelainan ini terjadi
sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi
radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi
tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar
paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang
terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus
diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan
sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada
diagnosis hipoparatiroid.
7.
KOMPLIKASI
a. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum
kurang dari 9mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari
kelenjar-kelenjar tersebut
b. Isufisiensi
ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat
tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini
disebabkan tidak adanyakerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan
seperti diatas (etiologi)
8.
TES
DIAGNOSTIK
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda
trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif
apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran
darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek
menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba
didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior
telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena
gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu
pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang
ditunjukkan, yaitu:
a. Kalsium serum
rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl
(1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
b. Fosfat
anorganik dalam serum tinggi
c. Fosfatase
alkali normal atau rendah
d. Foto
Rontgen:
1) Sering
terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
2) Kadang-kadang
terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
e. Density dari
tulang bisa bertambah
f.
EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
9.
PENATALAKSANAAN
Tujuan adalah
untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan
gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan
tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian
kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian
peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi
hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya
insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat
ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon
memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi
alergi.
Akibat adanya
iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan
lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya
yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Terapi bagi
penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum
diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus
dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet
oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen
dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan
untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.
Preparat
vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.
B.
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
FOKUS
Dalam pengkajian klien dengan
hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan
sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut,
perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut
kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak.
Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
a. Riwayat kesehatan klien.
b. Sejak kapan
klien menderita penyakit.
c. Apakah ada
anggota keluarga yang berpenyakit sama.
d. Apakah klien
pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid
atau tiroid.
e. Apakah ada
riwayat penyinaran daerah leher.
f.
Keluhan utama, antara lain :
1) Kelainan bentuk tulang.
2) Perdarahan sulit berhenti.
3) Kejang-kejang,
kesemutan dan lemah.
g. Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1) Kelainan bentuk tulang.
2) Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
3) Pernapasan bunyi (stridor).
4) Rambut jarang
dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan
kasar.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Potensial cedera berhubungan dengan
resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia
Tujuan: Klien tidak mengalami cedera dengan
kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang
dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau tanda-tanda vital dan
reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
2. Pantau fungsi jantung secara terus menerus/gambaran EKG.
3. Bila pasien dalam tirah
baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat tidur
dalam posisi rendah.
4. Bila aktivitas kejang terjadi
ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk berjalan,
singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam menangani
kejang dan reorientasikan bila perlu.
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau
efektifitas cairan.
|
1. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
2. Untuk mengetahui abnormalitas dari
gambaran EKG.
3. Untuk mencegah terjadinya
injuri/jatuh.
4. Untuk menghindari cedra yang
terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien dan mencegah
kerusakan lebih berat akibat kejang.
5. Antisifasi terhadap hipokalsemia
dengan cara penanganan medis.
|
b. Intoleran aktivitas berhubungan
dengan penurunan cardiak output
Tujuan: Kien dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas dengan criteria : Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe,
tachicardi atau peningkatan tekanan darah
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji pola aktivitas yang lalu
2. Kaji terhadap perubahan dalam
gejala muskuloskeletal setiap 8 jam
3. Kaji respon terhadap aktivitas:
Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan aktivitas bila terjadi
perubahan, tingkatkan keikut sertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan
peningkatan toleransi, ajarkan pasien
untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk
mengurangi,menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.
4. Rencanakan perawatan
bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan:
Jadwalkan bantuan dengan orang
lain
5. Seimbangkan antara waktuaktivitas
dengan waktu istirahat.
6. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
|
1. Untuk
membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan
setelah perawatan
2. Untuk memantau
keberhasilan perawatan.
3. Untuk melihat suatu
perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap
4. Dengan merencanakan
perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan
karena datangnya kemauan dari klien.
5. Untuk mengatasi kelelahan akibat
latihan.
6. Untuk menghemat penggunaan energy
klien.
|
c. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas yang dirasakan klien hilang dengan
Kriteria hasil :
1) Klien
melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik
2) Klien
mengomunikaskan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat
3) klien
tidak menunjukkan perilaku agresif
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji
tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
2. Berikan
informasi tentang penyakit yang di derita pasien
3. Bantu
pasien untuk mengidentifikasi yang menyebabkan timbulnya cemas
4. Kolaborasi
dengan tim medis untuk menurunkan cemas
5. Gunakan
pendekatan untuk menyakinkan klien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.
|
1. Mengetahui
tingkat kecemasan klien
2. informasi
yang jelas membuat pasien menerima penyakit yang dideritanya
3. mengetahui
factor penyebab timbulnya cemas
4. terapi
menurunkan stress klien
5. menyakinkan
klien bahwa tenaga kesehatan membantu secara maksimal untuk penyembuhan
penyakit klien
|
d. Pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya dengan
Kriteria hasil :
1) Ada
nafsu makan
2) Tidak
terdapat mual
3) Klien
menghabiskan 1 porsi makanan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Beri
makan sedikit tapi sering
2. Berikan
perawatan mulut yang sering
3. Anjurkan
makan pada posisi duduk
4. Beri
terapi diet TKTP 2000 kal/hari terutama protein hewani.
5. Observasi
albumin setiap harinya
|
1. makan
banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia.
2. menghilangkan
rasa tidak enak yang dapat meningkatkan nafsu makan.
3. menurunkan
rasa penuh pada abdomen dan meningkatkan nafsu makan
4. untuk
memenuhi kebutuhan diet klien.
5. indikator
keadekuatan nutrisi klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
-
Elizabeth.
J.corwin.2009.patofisiologi.EGC. jakarta
-
Smeltzer,
Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
-
Marilynn E Doenges.1999.rencana sauhan
keperawatan.EGC. jakarta.
-
Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar