9 Jun 2012

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID

A.     MEDIS
1.      PENGERTIAN
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui

2.      ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695). Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
3.      ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
a.       Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
1)      Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
2)      Idiopatik, penyakit ini jarang terjadi pada kongenital atau didapat (acquired).
b.      Hipomagnesemia.
c.       Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
d.       Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

4.      PATOFISIOLOGI
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
5.      TANDA DAN GEJALA
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetani
Tetani merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetani laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetani yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)

6.      KLASIFIKASI
a.       Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
b.      Simple idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
c.       Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
 

7.      KOMPLIKASI
a.       Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut
b.      Isufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanyakerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi)

8.      TES DIAGNOSTIK
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
a.       Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
b.      Fosfat anorganik dalam serum tinggi
c.       Fosfatase alkali normal atau rendah
d.      Foto Rontgen:
1)      Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
2)      Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
e.       Density dari tulang bisa bertambah
f.        EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

9.      PENATALAKSANAAN
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

B.     KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN FOKUS
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
a.       Riwayat kesehatan klien.
b.      Sejak kapan klien menderita penyakit.
c.       Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
d.      Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
e.       Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
f.         Keluhan utama, antara lain :
1)      Kelainan bentuk tulang.
2)      Perdarahan sulit berhenti.
3)      Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
g.       Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1)      Kelainan bentuk tulang.
2)      Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
3)      Pernapasan bunyi (stridor).
4)      Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Potensial cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia
Tujuan: Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam. 
2.      Pantau fungsi jantung secara  terus menerus/gambaran EKG.
3.      Bila pasien dalam tirah baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat tidur dalam posisi rendah.
4.      Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam menangani kejang dan reorientasikan bila perlu.
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau efektifitas cairan.

1.      untuk mengetahui kelainan sedini mungkin. 
2.      Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran EKG.
3.      Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.


4.      Untuk menghindari cedra yang terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien dan mencegah kerusakan lebih berat akibat kejang.


5.      Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara penanganan medis.





b.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output
Tujuan: Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan criteria : Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji pola aktivitas yang lalu


2.      Kaji terhadap perubahan dalam gejala muskuloskeletal setiap 8 jam
3.      Kaji respon terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan aktivitas bila terjadi perubahan, tingkatkan keikut sertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk mengurangi,menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.
4.      Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan  orang  lain
5.      Seimbangkan antara waktuaktivitas dengan waktu istirahat.
6.      Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
1.      Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan
2.      Untuk memantau keberhasilan perawatan.
3.      Untuk melihat suatu perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap







4.      Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.
5.      Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
6.      Untuk menghemat penggunaan energy klien.



c.       Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas yang dirasakan klien hilang dengan Kriteria hasil :
1)      Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik
2)      Klien mengomunikaskan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat
3)      klien tidak menunjukkan perilaku agresif
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
2.      Berikan informasi tentang penyakit yang di derita pasien

3.      Bantu pasien untuk mengidentifikasi yang menyebabkan timbulnya cemas
4.      Kolaborasi dengan tim medis untuk menurunkan cemas

5.      Gunakan pendekatan untuk menyakinkan klien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.

1.      Mengetahui tingkat kecemasan klien
2.      informasi yang jelas membuat pasien menerima penyakit yang dideritanya
3.      mengetahui factor penyebab timbulnya cemas

4.      terapi menurunkan stress klien


5.      menyakinkan klien bahwa tenaga kesehatan membantu secara maksimal untuk penyembuhan penyakit klien

 
d.      Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya dengan Kriteria hasil :
1)      Ada nafsu makan
2)      Tidak terdapat mual
3)      Klien menghabiskan 1 porsi makanan
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Beri makan sedikit tapi sering

2.      Berikan perawatan mulut yang sering

3.      Anjurkan makan pada posisi duduk
4.      Beri terapi diet TKTP 2000 kal/hari terutama protein hewani.
5.      Observasi albumin setiap harinya
1.      makan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia.
2.      menghilangkan rasa tidak enak yang dapat meningkatkan nafsu makan.
3.      menurunkan rasa penuh pada abdomen dan meningkatkan nafsu makan
4.      untuk memenuhi kebutuhan diet klien.
5.      indikator keadekuatan nutrisi klien

DAFTAR PUSTAKA
-         Elizabeth. J.corwin.2009.patofisiologi.EGC. jakarta
-         Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
-         Marilynn E Doenges.1999.rencana sauhan keperawatan.EGC. jakarta.
-         Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar