29 Apr 2012

Asuhan Keperawatan Skrofuloderma

A.     ANATOMI FISIOLOGI
KULIT TERBAGI MENJADI 3 LAPISAN
1.      EPIDERMIS
Terbagi atas 4 lapisan:
a)      Lapisan basal / stratum germinativum
·terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis.
·Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade.
·Lapisan terbawah dari epidermis.
·Terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar matahari.
b)      lap. Malpighi/ stratum spinosum.
  • Lapisan epidermis yang paling tebal.
  • Terdiri dari sel polygonal
  • Sel – sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri.
c)      lap. Granular / s. granulosum.
  • Terdiri dari butir – butir granul keratohialinyang basofilik.
d)      lapisan tanduk / korneum.
  • Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Dalam epidermis terdapat 2 sel yaitu :
1. Sel merkel.
Fungsinya belum dipahami dengan jelastapi diyakini berperan dalam pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.
2. Sel langerhans.
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus.
Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints.

2. DERMIS (korium)
  • merupakan lapisan dibawah epidermis.
  • Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:pars papilaris.( terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen DAN Retikularis YG Terdapat banyak p. darah , limfe, dan akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.

3. JARINGAN SUBKUTAN ATAU HIPODERMIS / SUBCUTIS.
  • Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.
  • Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang.
  • Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.
  • Sebagai bantalan terhadap trauma.
  • Tempat penumpukan energi.
4. KELENJAR – KELENJAR PADA KULIT
1. Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
2. Kelenjar keringat
Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
a. kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit.
Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.
Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik.pengekuaran keringat oada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap setress, nyeri dll.


b. kelenjar Apokrin.
Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel rambut.
Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan berkurang pada sklus haid. K.Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).
Pembuluh darah dan syaraf.
Pembuluh darah kulit terdiri dari 2 bagian :
1. Anyaman pembuluh nadi kulit luar yang terdapat antara stratum papilaris dan stratum reticularis.
2. Anyaman pembuluh nadi kulit dalam. Yang terdapat anatara corneum dan subcutis. Pembuluh- pembuluh darah ini diperkirakan mensuplay 1/3 kebutuhan darah pada kulit.
Peredaran darah pada kulit banyak /sedikitnya dipengaruhi oleh vasodilatasi dan vasokontraiksi akibat :
- Rangsangan dingin, panas,nyeri ,emosi,
- Vasodilatasi maka aliran darah ke permukaan kulit menjadi meningkat sehingga konduksi panas akan terjadi.
- Pembuluh darah berkontriksi akan menurunkan aliran darah ke permukaan kulit dalam upaya mempertahankan panas tubuh.
Persyarafan pada kulit.
Syaraf spinal yang menuju ke permukaan tubuh terdiri dari syaraf
sensorik dan syaraf motorik.
- Syaraf sensorik menerima rangsangan dari berbagai aksi yang datang dari luar terdapat di bagian epidermis.
- Syaraf motorik , berguna untuk mengerakkan alat-alat yang terdapat pada kulit .
- Sympatis dan para sympahatis.
FUNGSI KULIT SECARA UMUM.
1. SEBAGAI PROTEKSI.
  • Masuknya benda- benda dari luar(benda asing ,invasi bacteri.)
  • Melindungi dari trauma yang terus menerus.
  • Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh.
  • Menyerap berbagai senyawa lipid vit. Adan D yang larut lemak.
  • Memproduksi melanin mencegah kerusakan kulit dari sinar UV.


2. PENGONTROL/PENGATUR SUHU.
  • Vasokonstriksi pada suhu dingn dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah meningkat terjadi penguapan keringat.
3 proses hilangnya panas dari tubuh:
  • Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah.
  • Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh.
  • Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi
  • Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.)
3. SENSIBILITAS
  • mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.

4. KESEIMBANGAN AIR
  • Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subcutan.
  • Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari untuk dewasa.
5. PRODUKSI VITAMIN.
  • Kulit yang terpejan sinar Uv akan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D.
B.     PENGERTIAN
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan organ lainnya. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara endogen maupun eksogen dari pusat infeksi. Klasifikasi tuberculosis kutis yaitu tuberculosis kutis yang menyebar secara eksogen (inokulasi tuberculosis primer, tuberculosis kutis verukosa), secara endogen (Lupus vulgaris, skrofuloderma, tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis orifisial, tuberculosis miliar akut) dan tuberkulid (Liken skrofulosorum, tuberkulid papulonekrotika, eritema nodosum). Salah satu tuberculosis kutis yang menyebar secara endogen adalah skrofuloderma.
            Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul akibat penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang telah terserang penyakit tuberculosis misalnya otot, tuberkulosis kelenjar getah bening, tuberculosis tulang dan keduanya atau tuberculosis epididimis atau setelah mendapatkan vaksinasi.
Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya.
C.     EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia manapun, terutama di Negara – Negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang termasuk Indonesia, tuberculosis kutis sering ditemukan. Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi yang kurang dan sanitasi yang buruk. Skrofuloderma menyerang semua usia tetapi lebih sering terjadi pada anak – anak dan dewasa muda. Prevalensinya tinggi pada anak – anak yang mengonsumsi susu yang telah terkontaminasi Mycobacterium bovis.


D.    ETIOLOGI
Penyebab utamanya adalah Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis berbentuk batang, panjang 2-4/μ dan lebar 0,3-0,5/ μ, tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan suhu optimal pertumbuhan 37°C. Selain M. tuberculosis, M. bovis juga dapat menyebabkan terjadinya skrofuloderma.
E.     PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas.

F.      PATOGENESIS
Pada penyakit ini biasanya menular melalui percikan air ludah dan oleh karenanya porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau paru, jika di ketiak maka kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, jika di lipat paha porte d’entrée pada ekstrimitas bawah. Kadang – kadang ketiga tempat predileksi tersebut terserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan lipatan paha.
Skrofuloderma merupakan hasil dari adanya penjalaran jaringan di bawah kulit yang terserang tuberculosis, biasanya kelenjar getah bening, tetapi kadang – kadang dapat juga berasal dari tulang, atau kedua – duanya atau tuberculosis epididimis.
Tuberkulosis kelenjar getah bening tersering terjadi dan yang terkena adalah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula, leher bagian lateral, ketiak, dan lipatan paha (jarang terjadi). Fokus primer didapatkan pada daerah yang aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar getah bening yang meradang.
Penyebaran penyakit terjadi secara cepat melalui limfatik ke kelenjar getah bening dari daerah yang sakit dan melalui aliran darah. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul skrofuloderma. Reinfeksi eksogenous bisa terjadi meskipun jarang dan reaksinya pada host yang telah tersensitasi oleh infeksi sebelumnya berbeda dengan mereka yang belum tersensitasi.

G.    TANDA dan GEJALA
Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening (limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula – mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi. Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang purulen, jika mengering menjadi krusta warna kuning.
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Jembatan kulit (skin bridge) kadang – kadang terdapat di atas sikatriks, biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut.

H.    TEST DIAGNOSTIK
v  Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahu penyebabnya. Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus.
Pemeriksaan bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain :
·        pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL.
·        Kultur
Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif (Lowenstein-Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M. tuberculosis butuh waktu 3 – 4 minggu untuk berkembang biak.
·        PCR.
Pada pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M. tuberculosis. 2. Pemeriksaan Histopatologi
v  Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis.
Pada gambaran histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami nekrosis kaseosa oleh sel – sel epitel dan sel – sel Datia Langhan’s.
v  Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)
Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita pernah terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi tersebut masih berlangsung aktif atau telah berlalu.
v  LED
Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih penting untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.
I.       DIAGNOSIS BANDING
1. Aktinomikosis
Skrofuloderma di leher biasanya mempunyai gambaran klinis yang khas sehingga tidak perlu diadakan diagnosis banding. Walaupun demikian aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan beberapa muara fistel produktif.
2. Hidradenitis supurativa
Jika skrofuloderma terdapat di daerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa yakni infeksi oleh Piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai dengan tanda – tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan leukositosis. Hidradenitis supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang mengakibatkan retraksi ketiak.
3. Limfogranuloma venereum
Skrofuloderma yang terdapat di lipatan paha kadang – kadang mirip dengan penyakiy venerik yaitu limfogranuloma venereum (LGV). Perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesis disertai gejala konsitusi (demam, malese, artralgia) dan terdapat kelima tanda radang akut. Lokalisasinya juga berbeda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial, sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan femoral. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.

J.        PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis kutis pada prinsipnya sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, yaitu menggunakan kombinasi beberapa obat dan diberikan dalam jangka waktu tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, untuk kasus tuberkulosis kutis maka pengobatan yang diberikan dimasukkan dalam kategori III (2HRZ 6HE, 2HRZ4HR, 2HRZ4H3R3)
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah semua fistel dan ulkus telah menutup, seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang dari 1 cm dab berkonsistensi keras), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritema lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberculosis. Jika terjadi penyembuhan, LED akan menurun dan menjadi normal.
Pengobatan topical pada pasien tuberculosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Jika basah, kompres dengan kalium permanganate 1/50.000. Jika kering diberikan salep antibiotic.
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan. Terapi pembedahan pada skrofuloderma biasanya diindikasikan untuk kasus :
- terapi dengan antituberkulosis gagal
- penderita skrofuloderma disertai penurunan kekebalan tubuh
- penderita skrofuloderma berulang
- penderita skrofuloderma disertai dengan penyakit yang berat.

K.    PROGNOSIS
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas Lukas (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah diseburkan, prognosisnya baik.  


ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
ü  Pemeriksaan fisik
ü  Peningkatan warna kulit
ü  Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (Dispneu,batuk kronis,peningkatan tekanan darah, pusing dan lain-lain)
ü  Gejala-gejala trombosis (Angina), disebabkan oleh peningkatan viskositas darah.
ü  Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh hemolisis sel darah yang tidak matang
ü  Riwayat penyakit paru
Diagnosa keperawatan
¨  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi kulit
¨  Nyeri berhubungan dengan lesi kulit
¨  Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.


DAFTAR PUSTAKA
·        Suhariyanto B, Prasetyo R. Terapi alternative pada pengobatan skrofuloderma. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2006 Agust 2:18:133-5.
·        Djuanda A. Tuberkulosis kulit. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;1999. p. 64-72.
·        Meltzer MS. Cutaneous tuberculosis [Online] 2006 Nov 20 [cited 2007 March 7];[10 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com.
·        Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja E. Skrofuloderma pada dada. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2002 Apr 1:14:101-5.
·        Siregar HS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed.2. Jakarta: EGC;2004.

Asuhan Keperawatan Sarkoma Kaposi


SARKOMA KAPOSI

A.     PENGERTIAN
Sarkoma Kaposi adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah, biasanya pada kulit.
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8).
Sarkoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma Kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an.

B.     ANATOMI & FISIOLOGI
1.      Kulit
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5_0efUOm9lpkhvR3b5ktsUWbDEPwfOZiwCimFCKDT5pWGgmWI0cCusyGR-o15c2CrVE5US16_kYg3I4bwiqwlLg7adpylHNNjuUB8c_n2bGC9V1EdVBfi8OkQ5EvyiT4xyTo_7gKpoJE/s400/kulit.jpg
Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan tebalnya. Luas kulit orang dewasa adalah satu setengah sampai dua meter persegi. Tebalnya antara 1,5 – 5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, dan bokong.
Bagian-bagian Kulit Manusia
Kulit  terbagi  atas  tiga  lapisan  pokok,  yaitu  epidermis,  dermis  atau  korium,  dan  jaringan  subkutan  atau subkutis.

Epidermis
Epidermis tersusun atas lapisan tanduk lapisan korneum dan lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum.Lapisan Malphighi mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada kulit.
Bagian dari Epidermis:
a.       Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling luar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b.      Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
c.       Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
d.      Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans.
e.       Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk kubus tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris seperti pagar (palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif.


Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan  ikat  yang  dilapisan  atas  terjalin  rapat  (pars  papillaris),  sedangkan  dibagian  bawah  terjalin  lebih lebih  longgar  (pars  reticularis).  Lapisan  pars  retucularis  mengandung  pembuluh  darah,  saraf,  rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis  tidak  tegas.  Sel-sel  yang  tyerbanyak  adalah  liposit  yang  menghasilkan  banyak  lemak.  Jaringan subkutan  mengandung  saraf,  pembuluh  darah  dan  limfe,  kandungan  rambut  dan  di  lapisan  atas  jaringan subkutan  terdapat  kelenjar  keringan.  Fungsi  dari  jaringan  subkutan  adalah  penyekat  panas,  bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.
FISIOLOGI KULIT
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
a.       Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan- jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh- pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,  mencegah  zat  kimia  dan  bakteri  masuk  ke  dalam  tubuh  serta menghalau   rangsang-rangsang   fisik   seperti   sinar   ultraviolet   dari matahari.
b.      Penerima rangsang
Kulit   sangat   peka   terhadap   berbagai   rangsang   sensorik   yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran.  Kulit sebagai alat  perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi
c.       Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit  mengatur  suhu  tubuh  melalui  dilatasi  dan  konstruksi pembuluh kapiler   serta   melalui   respirasi   yang   keduanya   dipengaruhi   saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit  atau  sekitar  36,50C.  Ketika  terjadi  perubahan  pada  suhu luar,  darah  dan  kelenjar  keringat  kulit  mengadakan  penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah  satu  fungsi  kulit  sebagai  organ  antara  tubuh  dan  lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d.      Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
e.       Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
f.        Penyerapan terbatas
Kulit  dapat  menyerap  zat-zat  tertentu,  terutama  zat-zat  yang  larut dalam  lemak  dapat  diserap  ke  dalam  kulit.  Hormon  yang  terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit  pada  tingkatan  yang  sangat  tipis.  Penyerapan  terjadi  melalui muara  kandung  rambut  dan  masuk  ke  dalam  saluran  kelenjar  palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
g.       Penunjang penampilan
Fungsi  yang  terkait  dengan   kecantikan   yaitu   keadaan   kulit   yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.
2.      Sistem imun
Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh
a         Nodus Limfe
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
b        Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita.
c         Sumsum Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mam-pu mengerjakan tugas ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali. Merasakan bahwa tubuh mem-butuhkan sel darah merah, trombosit, dan granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi limfosit yang merupakan tugas utamanya.
d        Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah ter-tentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata “menyimpan” mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.

C.     EPIDEMIOLOGI
Seperti yang dideskripsikan, sarkoma kaposi klasik adalah penyakit yang relatif lamban menyerang orang tua dari wilayah laut Tengah, atau keturunan Eropa Timur.
Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan belakangan pada orang Afrika muda, terutama dari Afrika Sub-Sahara, sebagai penyakit yang lebih agresif dan menyerang kulit, terutama anggota badan yang letaknya di bawah. Terdapat catatan bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan infeksi HIV.
Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan transplantasi telah dideskripsikan, tetapi jarang terjadi sampai adanya penghambat kalsineurin (seperti siklosporin, yang merupakan penghalang fungsi sel T) untuk transplantasi organ. Pada tahun 1980-an, insiden tersebut berkembang dengan cepat.
Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan selama tahun 1980-an sebagai penyakit agresif pada pasien AIDS (HIV juga menyebabkan kerusakan imunitas sel T). Penyakit ini 300 kali lebih mudah menyerang pasien AIDS daripada pada resipien transplantasi ginjal.
Terdapat catatan bahwa HHV-8 menyebabkan berbagai jenis Sarkoma Kaposi.
D.     PENYEBAB
Pada penderita AIDS, penyakit ini terjadi akibat gangguan sistem kekebalan dan penelitian terakhir menyebutkan adanya kombinasi antara gangguan sistem kekebalan dengan sejenis virus herpes 8 (HHV8).

E.     PATOFISIOLOGI
Meskipun namanya adalah Sarkoma Kaposi, namun, Sarkoma Kaposi bukanlah sarkoma yang sebenarnya, yang merupakan tumor yang muncul dari jaringan mesensim. Sarkoma Kaposi muncul sebagai kanker endothelium limfatik dan membentuk jaringan vaskular yang diisi dengan sel darah, memberikan tumor ini karakteristik kemunculan seperti-luka memar.
Lesi Sarkoma Kaposi berisi tumor sel dengan karakteristk bentuk memanjang yang tidak normal dan disebut sel spindle. Tumor ini sangat bersifat vaskular, berisi pembuluh darah tebal yang tidak normal, yang membocorkan sel darah merah pada jaringan yang mengelilinginya dan memberikan tumor warna gelapnya. Peradangan disekitar tumor dapat menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.
Walaupun Sarkoma Kaposi dapat diduga dari kemunculan lesi dan faktor resiko pasien, diagnosis dapat hanya dibuat oleh biopsi dan pemeriksaan mikrosokop, yang akan menunjukan kehadiran sel spindle. Deteksi protein viral LANA pada sel mengkonfirmasi diagnosis.

jangan lupa komentarnya
F.      GEJALA
Terdapat 2 macam bentuk sarkoma Kaposi:
1.      Sarkoma Kaposi Klasik adalah  penyakit pada usia lanjut, biasanya pada orang Eropa, Yahudi atau Itali.
Kanker tumbuh sangat lambat dan jarang menyebar.
2.      Sarkoma Kaposi Endemik adalah penyakit pada anak-anak dan pria muda di Afrika dan pada penderita AIDS.
Kanker tumbuh jauh lebih cepat dan seringkali melibatkan pembuluh darah pada organ dalam.
Pada pria usia lanjut, sarkoma Kaposi biasanya tampak sebagai bintik ungu atau coklat tua di jari kaki atau tungkai. Kanker bisa tumbuh sampai berukuran bebarapa sentimeter atau lebih, sebagai daerah berwarna gelap yang mendatar atau agak menonjol, yang cenderung mengalami perdarahan dan membentuk tukak.  Kanker bisa menyebar secara perlahan ke tungkai.
Pada orang Afrika dan pada penderita AIDS, kanker biasanya pertama kali muncul sebagai bintik pink, merah atau ungu, yang berbentuk lonjong atau bundar.
Bintik-bintik ini bisa muncul di bagian tubuh mana saja, tetapi seringkali tumbuh di wajah.
Dalam beberapa bulan bintik-bintik lainnya muncul di beberapa bagian tubuh, termasuk mulut, juga pada organ dalam dan kelenjar getah bening dan bisa menyebabkan perdarahan internal.
Luka KS berupa lesi dan noda yang berwarna-warni merah, ungu, coklat, atau hitam. Luka tersebut biasanya ditemukan pada kulit, walau bisa juga tersebar di tempat lain terutama mulut, gastrointestinal tract dan saluran pernafasan. Pertumbuhan dari sangat lambat ke sangat cepat.
1.      Infeksi pada Kulit
Umumnya terjadi pada wajah, mulut dan kemaluan. Biasanya luka berbentuk seperti yang dijelaskan pada gambaran klinis di atas, tetapi mungkin juga akan menjadi seperti plak (pada telapak kaki), atau bahkan ikut terlibat dalam perusakan kulit dan kematian jaringaan sel kulit. Terkait pembengkakan (edema/swelling) yang timbul, mungkin berasal dari peradangan setempat atau lymphoedema. Lesi-lesi pada kulit menjadikan penampilan fisik luar penderita menjadi jelek, dan menyebabkan banyak efek yang berhubungan dengan psikososial.
2.      Infeksi pada mulut
30% Lesi KS dalam mulut bisa jadi bersamaan dengan infeksi candidiasis. Ini juga merupakan awal tanda bagi 15% pengidap HIV untuk memasuki tahap AIDS yang juga mengidap KS. Dalam mulut, langit-langit yang keras yang paling sering terkena, kemudian diikuti pada gusi. Lesi di mulut dapat dengan mudah rusak oleh permen, makan atau berbicara.
3.      Infeksi pada gastrointestinal (saluran dan organ tubuh dalam manusia dari mulut sampai usus).
Hal ini banyak terkait dengan pasien pengidap AIDS, saat kekebalan tubuhnya sangat lemah. Luka pada Gastrointestinal tidak terlihat atau menyebabkan kehilangan berat badan , rasa sakit, mual / muntah, diare, pendarahan (dalam bentuk darah kental/berlendir karena gesekan usus), malabsorption (ketidakmampuan usus menyerap nutrisi), dan kesulitan buang air besar.

4.      Infeksi pada Respiratory (saluran pernapasan)
KS pada respiratory bergejala sesak nafas, demam, batuk, hemoptysis (batuk darah), sakit dada, atau mungkin ditemukan melalui sinar x-ray di dada. Diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan bronchoscopy dan kadang dengan biopsied (biopsi).

G.    PEMERIKSAAN
1.      Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil biopsi kulit.
2.      Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma Kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada resiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi.
3.      Pemeriksaan fisik

H.     PENGOBATAN
Sarkoma Kaposi pada usia lanjut yang tumbuh lambat dan tidak disertai gejala lainnya, tidak memerlukan pengobatan sama sekali.  Tetapi bintik yang terbentuk bisa diobati dengan pembekuan, terapi sinar X atau elektrokauterisasi (penghancuran jaringan dengan menggunakan jarum listrik).
Untuk penderita AIDS dan bentuk kanker yang agresif, belum ada pengobatan yang sangat memuaskan.
Kemoterapi dengan etoposid, vincristine, vinblastin, bleomycin dan doxorubicin memberikan hasil yang mengecewakan.
Alfa-interferon dam suntikan vincristine ke dalam kanker bisa bisa memperlambat perkembangan penyakit.
Kaposi’s sarcoma tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikurangi kekambuhannya selama bertahun-tahun dan ini adalah tujuan untuk perawatan. Keganasan KS terkait dengan kekurangan jumlah dan kekuatan imun tubuh. Memperbaiki imun tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan KS. Di 40% atau lebih pasien dengan kaitan AIDS, Lesi KS akan layu/rontok setelah menjalani terapi antiretroviral (ARV). Namun, dalam persentase tertentu dari pasien, Kaposi’s sarcoma bisa berkembang lagi setelah beberapa tahun (walau tetap mengkonsumsi ARV). Hal ini terutama jika HIV tidak sepenuhnya dapat ditekan. Pasien dengan beberapa luka dapat diterapi dengan radiasi atau cryosurgery. Operasi pada umumnya tidak dianjurkan karena Kaposi’s sarcoma dapat muncul kembali pada bekas luka. Infeksi yang lebih luas atau penyakit yang mempengaruhi organ internal, umumnya dirawat dengan terapi sistemik dengan Interferon alfa, liposomal anthracyclines (seperti Doxil) atau paclitaxel.

I.       PENCEGAHAN
1.      Jangan berganti-ganti pasangan seks
2.      Meningkatkan personal hygine








ASUHAN KEPERAWATAN
A.     PENGKAJIAN
1.      Aktivitas/istirahat
a.       Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
b.      Perubahan tonus, massa otot
2.      Integritas ego
a.       Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan dan kecacatan
b.      Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
3.      Makanan / cairan
a.       Mual/muntah
b.      Anoreksia
c.       BB menurun
4.      Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan
5.      Pernapasan
Sesak napas, batuk  dan nyeri ketika bernapas
6.      Eliminasi
Diare / susah buang air besar

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi virus.
2.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi
3.       Ketidakseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia, diare
4.       Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah, adanya demam (respon infeksi)
5.      Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.

C.     NURSING CARE PLAN
1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi virus.
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji kulit setiap hari. Cata warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
Menetukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2.
Dorong untuk ambulasi / turun dari tempat tidur jika memungkinkan
Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat lama di tempat tidur
3.
Pertahankan hygine kulit misalnya membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
Mempertahankan kenersihan karena kulit yang kering dapat enjadi barier infeksi. Pembasuhan menurunkan resiko trauma dermal pada kulit yang rapuh. Masase meningkatkan sirkulasi kult dan meningkatkan kenyamanan.
4.
Berikan obat-obatan topikal/ sistemik sesuai indikasi
Digunakan pada perawatan lesi kulit

2.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi
No
Intervensi
Rasional
1.
Catat kecepatan/kedalaman pernapasan, sianosis, penggunaan otot aksesori, ansietas dan munculnya dispnea.
Takipnea, sianosis menunjukkan kesulitan bernapas dan addanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/intervensi medik.
2.
Tinggikan kepala tempat tidur
Membantu membersihkan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan mencegah komplikasi pernapasan
3.
Auskultasi bunyi napas
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi
4.
Berikan tambahan oksigen
Mempertahankan ventilasi efektif untuk mencegah krisis pernapasan

3.      Ketidakseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia, diare
No
Intervensi
Rasional
1.
Pantau tanda-tanda vital
Indikator dari volume cairan sirkulasi
2.
Kaji turgor kulit, membran mukosa dan rasa haus
Indikator tidak langsung dari status cairan
3.
Pantau pemasukan oral dan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membran mukosa.
4.
Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan/IV
Mungkin diperlukan untuk mendukung/memperbesar volume sirkulas, terutama jika pemasukan oral tak adekuat, mual/muntah terus menerus

4.      Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya demam (respon infeksi)
No
Intervensi
Rasional
1.
Auskultasi bising usus
Hipermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau makanan.
2.
Timbang berat badan sesuai kebutuhan
Indikator kebutuhan nutrisi/pemasukan yang adekuat
3.
Berikan perawatan mulut yang terus menerus
Mengurangi ketidaknyamanan yang  berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pebgeringan mukosa, dan halitosis.
4.
Pasang/pertahankan NGT sesuai petunjuk
Mungkin diperlukan untuk mengurangi mual/muntah atau untuk pemberian makan per selang.

5.      Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.
Berikan aktivitas hiburan
Memfokuskan kembali perhatian, mungkin dapat meningkatkan kemampuan untuk menaggulangi.
3.
Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa takut
4.
Berikan analgetik
Mengurangi nyeri.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC.