16 Jun 2012

Asuhan Keperawatan Varises Vena

Pengertian
Varises Vena (vena varikosa) adalah pelebaran vena permukaan di tungkai atau pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena. Vena varikosa ekstremitas bawah adalah kelainan yang sangat lazim, yang mengenai 15-20 % populasi dewasa (Sabiston 1994). Varises vena adalah distensi, dan bentuk berlekuk-lekuk dari vena-vena superficial (safena) dari kaki (Engram B., 1999). Varises tungkai bawah adalah pemanjangan, berkelok-kelok, pembesaran suatu vena superficial, profunda dan kommmunikan pada titik Dodd (pertengahan paha), Byod (sebelah medial lutut) dan gastronemicus (tempat keluarnya vana saphena parva).
Batasan
ü Riwayat keluarga bisa didapatkan dalam sekitar 15% klien.
ü  Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
ü Umur > 37 tahun pada wanita
ü Obesitas > 115% dari BBR (Berat Badan Relatif)
ü Orthostatik (berdiri lama)

Etiologi
Penyebab pasti dari varises vena tidak diketahui, tetapi kemungkinan penyebabnya adalah suatu kelemahan pada dinding vena permukaan.
Lama-lama kelemahan ini menyebabkan vena kehilangan kelenturannya. Vena akan meregang dan menjadi lebih panjang dan lebih lebar. Untuk menyesuaikan dengan ruangnya yang normal, vena yang memanjang ini menjadi berliku-liku dan jika menyebabkan penonjolan di kulit yang menutupinya, akan tampak gambaran yang menyerupai ular.

Pelebaran vena menyebabkan terpisahnya daun-daun katup. Sebagai akibatnya, jika penderita berdiri, vena dengan cepat akan terisi oleh darah dan vena berdinding tipis yang berliku-liku ini akan semakin melebar.

Pelebaran vena juga mempengaruhi beberapa vena yang berhubungan, yang dalam keadaan normal mengalirkan darah hanya dari vena permukaan ke vena dalam. Jika katup-katup pada vena tersebut gagal, maka pada saat otot menekan vena dalam, darah akan menyembur kembali ke dalam vena permukaan, sehingga vena permukaan menjadi lebih teregang.
Tanda & Gejala    

Selain tidak enak dilihat, varises vena sering terasa sakit dan menyebabkan kaki mudah lelah. Tetapi banyak juga penderita yang tidak merasakan nyeri, meskipun venanya sangat melebar.

Tungkai bagian bawah dan pergelangan kaki bisa terasa gatal, terutama jika tungkai dalam keadaan hangat (setelah menggunakan kaos kaki atau stoking).
Rasa gatal menyebabkan penderita menggaruk dan menyebabkan kulit tampak kemerahan atau timbul ruam. Hal ini sering disalah-artikan sebagai kulit yang kering.

Gejala yang terjadi pada varises yang sedang berkembang kadang lebih buruk daripada gejala pada vena yang telah sepenuhnya teregang.


Klasifikasi
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston):
ü Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah
ü Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.

Manifestasi klinis (Puruhito) :
a. varises truncal (stem varicosis)
b. Varises retikularis
c. Varises kapilaris
Gradasi keluhan klinis (Puruhito) :
a. stadium I : tak menentu
b. stadium II : phleboectasia
c. Stadium III : varises sesungguhnya, reversal blood-flow
d. Stadium IV : ulcus varicosum, kelainan tropic, Kronik vanous Insufisiensi (CVI)
Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan :
a. Test trendelenberg
b. Test myer
c. Test perthes
d. Test Doppler
e. Radiologi (Phlebografi, morfometri, phlethysmografi)

Penatalaksanaan
ü  Konservatif, simtomatik dan nonoperatif :
       Menghindari berdiri dalam waktu yang lama
       penurunan berat badan dan aktivitas otot seperti berjalan
      Penggunaan kaos penyokong ringan yang nyaman, Pemasangan stocking elastis yang pas karena obliterasi vena superficial (vena safena mmana)
       KOnservatif :
    Obat Venoruton (Gol hydroxyl Rutoside) 600 mg/hari minimal 2 minggu
    Skleroterapi (tak dipakai lagi)
    Lokal antiphlogistikum (Zinc Zalf (Pasta LAssar)
ü  Operatif :
           Stripping vena saphena (V. shapena magna, v. saphena psotrior, dan v, saphena parva) dengan menggunakan alat stripper (vena dikeluarkan)
           Ligasi VV kommunikans yaitu tempat-tempat di mana diperiksa ada kebocoran, diikat dan dipotong.
           Ekstraksi (Babcock) dengan sayatan kecil-kecil vena-vena yang berkelok dicabut keluar.Ligasi, Stripping dan Ekstraski Babcock.
ü  Ekstremitas harus ditinggikan selama 4-6 jam
ü  Balutan penekan dipasang di kamar operasi seharisnya tetap dipakai selama 4-6 hari, dengan menggunakan balutan elastis (Balutan ACE)
ü  24-48 jam paska bedah program ambulasi progresif seharusnya dimulai
ü  KLien diijinkan berjalan beberpa menitper jam, meningkat bertahap tiap hari dan tetap terlentang dengan ekstremitas ditinggikan, bila sedang berjalan. Berdiri (tanpa jalan) dan duduk harus dihindari serta
7.5 stocking (stocking antiembolism) yang sesuai dengan kebiasaan harus dipakai delama beberapa bulan

Komplikasi
o  Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit
o  Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak sengaja.
o  Hanya sebagian kecil penderita yang memiliki komplikasi, yaitu berupa:
       Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau daerah kecoklatan; biasanya pada bagian dalam tungkai, diatas pergelangan kaki. Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus (borok) yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh. 
       Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera; biasanya menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
       Perdarahan. Jika kulit diatas varises sangat tipis, cedera ringan (terutama karena penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan. Perdarahan juga bisa berasal dari borok.

Penegakan Diagnosa    

Varises vena biasanya dapat terlihat sebagai penonjolan dibawah kulit, tetapi gejalanya mungkin saja timbul sebelum vena terlihat dari luar.
Jika varises belum terlihat, dilakukan peminjatan tungkai untuk menentukan beratnya penyakit ini.

Rontgen atau USG dilakukan untuk menilai fungsi dari vena dalam.
Pemeriksaan ini biasanya hanya dilakukan jika perubahan di kulit menunjukkan adanya kelainan fungsi dari vena dalam atau jika pergelangan kaki penderita bengkak karena edema (penimbunan carian di dalam jaringan dibawah kulit). Varisesnya sendiri tidak menyebabkan edema.


I. Pengkajian

a. Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.

b. Alasan masuk rumah sakit
Kosmetik, gejala simtomatik lainnya seperti : kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema, Perdarahan spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi

c. Riwayat penyakit
Profokatif         : pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena
Qualitatif           : kuantitatif, semakin berat
Regio               : ekstremitas bawah (kedua kaki)
Severity   : sakitnya mengganggu kosmetik dan aktivitas sehari-hari (kelelahan dan                                                    sensasi berat, kram, nyeri , odema)
Time                 : semakin hari semakin berat dan bertambah besar

d. Riwayat atau factor-faktor resiko :
1. kelemahan congenital/tidak adanya katup
2. Pekerjaan yang nmengharuskan berdiri/duduk dalam waktu lama tanpa kontrasi otot intermettentrauma langsung ke katup vena perforantes
3. kehamilan atau kelainan hormonal
4. riwayat keluarga dengan varises vena           

e. pemenuhan pola kebutuhan sehari-hari :
1. Persepsi
        Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi), yang kemudian diberitahukan kepada ahli bedah apaakah diperlukan informasi lebih banyak (Informed consent). Pengalaman pembedahan masa lalu dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta mencegah komplikasi.

2. Status nutrisi
        Secara langsung mempengaruhi respon pada trauma pembedahan dan anestesi. Sebelumnya perlu masukan karbohidrat dan protein untuk keseimbangan nitrogen negative. Puasa perlu dipersiapkan 8 jam sebelum operasi.

3. Status cairan dan elektrolit
      Klien dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit cendrung mengalami komplikasi   syok, hipotensi, hipoksia dan distritmia baik intraoperasi dan paska operasi.

4. Status emosi
          Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan tergantung    pengalaman masa lalu, strategi koping, system pendukung dan tingkat pembedahan. Kebanyakan klien yang mengantisipasi mengalami pembedahan dengan anssietas dan ketakutan.Ketidakpastian prosedur pembedahan menimbulkan ansietas, nyeri, insisi dan imobilisasi.

f. Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
   1. Dilatasi, lekuk-lekuk vena superfisialis pada kaki
   2. Keluhan sakit dangkal, kelelahan, kram, dan kaki berat, khsusnya setelah berdiri lama
   3. pigmentasi kecoklatan pada kulit
   4. bengkak, yang secara umum berkurang dengan peninggian tungkai

g. Pemeriksaan diagnostik
    1. Venogram menunjukkan lokasi pasti dari varises kedua vena superficial dan dalam.
    2. Test perfthes (klien berdiri sampai vena varikosa tampak dan digambar)

h. Program Pengobatan    
         Karena varises vena tidak dapat disembuhkan, pengobatan terutama ditujukan untuk mengurangi gejala, memperbaiki penampilan dan mencegah komplikasi.
Mengangkat kaki bisa mengurangi gejala tetapi tidak dapat mencegah varises vena.
Varises vena yang timbul selama kehamilan biasanya akan membaik dalam waktu 2-3 minggu setelah melahirkan. Stoking elastis bekerja dengan cara menekan vena dan mencegah peregangan dan perlukaan pada vena. Penderita yang tidak ingin menjalani pembedahan atau terapi suntikan atau penderita yang memiliki masalah medis sehingga tidak boleh menjalani pembedahan maupun terapi suntikan, bisa menggunakan stoking elastis ini.
          Tujuan dari pembedahan adalah untuk mengangkat sebanyak mungkin varises vena.
Vena superfisial yang paling besar adalah vena safena magna, yang berjalan mulai dari pergelangan kaki sampai selangkangan, dimana vena ini bergabung dengan vena dalam. Vena safena dapat diangkat melalui prosedur yang disebut stripping.
Vena permukaan memiliki peran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan vena dalam, karena itu pengangkatan vena permukaan tidak mengganggu sirkulasi darah selama vena dalam berfungsi dengan normal. Pada terapi suntikan, vena ditutup, sehingga tidak ada darah yang dapat melewatinya. Suatu larutan disuntikkan untuk mengiritasi vena dan menyebabkan terbentuknya gumpalan (trombus.
Pada dasarnya prosedur ini menyebabkan flebitis permukaan yang tidak berbahaya. Penyembuhan trombus menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang akan menyumbat vena. Tetapi trombus mungkin saja terlarut dan varises vena kembali terbuka.
        Jika diameter dari vena yang disuntik ini bisa berkurang melalui penekanan oleh teknik pembebatan khusus, maka ukuran trombus bisa diperkecil sehingga lebih mungkin terbentuk jaringan parut, seperti yang diharapkan.
Keuntungan lain dari pembebatan adalah bahwa penekanan yang tepat bisa menghilangkan nyeri, yang biasanya menyertai flebitis permukaan. Terapi suntikan biasanya dilakukan hanya jika varises kembali timbul setelah pembedahan atau jika penderita menginginkan tungkainya tampak cantik.


II. Analisa Data

No
DATA / SS
MASALAH / P
PENYEBAB / E
1
DS = Pasien mengatakan cemas bila    menjalani operasi

DO = - gelisah
          - tidak tenang

Kecemasan
Kurangnya Informasi dan pengalaman tentang operasi.
2
DS = Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi.

DO = - Tidak tenang
          - Wajah menyeringai

Nyeri Akut
Refleks sekunder terhadap trauma pada jaringan dan saraf bekas operasi stripping.



III. Diagnosa keperawatan


1. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalaman tentang operasi      informasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi), ditandai dengan :
DS = Pasien mengatakan cemas bila    menjalani operasi

DO = - gelisah
          - tidak tenang

2 Nyeri berhubungan dengan sekunder terhadap trauma pada jaringan dan saraf bekas operasi stripping, ditandai dengan :
DS = Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi.

 DO = - Tidak tenang
          - Wajah menyeringai
          - Melindungi area yang sakit
          - Gelisah






DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Vol 1 Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
www.medicastore.com; www.mentorhealthcare.com

Asuhan Keperawatan NSTMI



INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST ( NSTMI )
A.     Pengertian
secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina tidak stabil. Yang membedakan adalah adanya enzym petanda jantung yang positif.

B.      Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFa, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006) 

C.      Manifestasi klinik
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.


D.     Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

E.      Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

F.       Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya,

G.     Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
- Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
- Inflamasi vaskuler
- Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.

H.     Penatalaksanaan
Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan irama jantung.
Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
Ø Terapi antiiskemia
Ø Terapi anti platelet/antikoagulan
Ø Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Ø Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.


I.        Terapi
    1. Terapi Antiiskemia
o Nitrat ( ISDN )
o Penyekat Beta

Obat
Selektivitas
Aktivitas Agonis Parsial
Dosis umum untuk Angina
Propranolol
Tidak
Tidak
20-80mg 2 kali sehari
Metoprolol
Beta 1
Tidak
50-200mg 2 kali sehari
Atenolol
Beta 1
Tidak
50-200mg/hari
Nadolol
Tidak
Tidak
40-80mg/hari
Timolol
Tidak
Tidak
10mg 2 kali sehari
Asebutolol
Beta 1
Ya
200-600mg 2 kali sehari
Betaksolol
Beta 1
Tidak
10-20mg/hari
Bisoprolol
Beta 1
Tidak
10mg/hari
Esmolol (intravena)
Beta 1
Tidak
50-300mcg/kg/menit
Labetalol
Tidak
Ya
200-600mg 2 kali sehari
Pindolol
Tidak
Ya
2,5-7,5mg 3 kali sehari
    1. Terapi Antitrombotik
o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)
    1. Terapi Antiplatelet
o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)
    1. Terapi Antikoagulan
o LMWH (low Molekuler weight Heparin)
    1. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).

J.        Perawatan untuk pasien resiko rendah
    1. Tes stres noninvasif
    2. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan
    3. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan risiko tinggi.

K.      Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder
Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :
Ø Mencapai berat badan optimal
Ø Nasehat diet
Ø Penghentian merokok
Ø Olah raga
Ø Pengontrolan Hipertensi
Ø Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya

 

ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian.
a. Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
g. Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.

2.      Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,
    penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi.
       ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan
      protein plasma.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
    kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan
    nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ).
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard
    dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan
    frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung /
    implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan
    pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya
    komplikasi yang dapat dicegah.

3.      Intervensi (Nursing Care Plan)
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
Ø nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
Ø wajah meringis
Ø gelisah
Ø delirium
Ø perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
Ø Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
Ø ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
Ø tidak gelisah
Ø nadi 60-100 x / menit,
Ø TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
Ø Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
Ø Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
Ø Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis; nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
Ø Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
Ø Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
Ø Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Tidak ada edema
Ø Tidak ada disritmia
Ø Haluaran urin normal
Ø TTV dalam batas normal
Intervensi :
Ø Pertahankan tirah baring selama fase akut
Ø Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
Ø Monitor haluaran urin
Ø Kaji dan pantau TTV tiap jam
Ø Kaji dan pantau EKG tiap hari
Ø Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Ø Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
Ø Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
Ø Berikan makanan sesuai diitnya
Ø Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
Ø Daerah perifer dingin
Ø EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
Ø RR lebih dari 24 x/ menit
Ø Kapiler refill Lebih dari 3 detik
Ø Nyeri dada
Ø Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
Ø HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <>
Ø Nadi lebih dari 100 x/ menit
Ø Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
Ø Daerah perifer hangat
Ø tak sianosis
Ø gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
Ø RR 16-24 x/ menit
Ø tak terdapat clubbing finger
Ø kapiler refill 3-5 detik
Ø nadi 60-100x / menit
Ø TD 120/80 mmHg
Intervensi :
Ø Monitor Frekuensi dan irama jantung
Ø Observasi perubahan status mental
Ø Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
Ø Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
Ø Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
Ø Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø tekanan darah dalam batas normal
Ø tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
Ø paru bersih
Ø berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
Ø Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
Ø Observasi adanya oedema dependen
Ø Timbang BB tiap hari
Ø Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
Ø Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
Ø Dispnea berat
Ø Gelisah
Ø Sianosis
Ø perubahan GDA
Ø hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <>
Kriteria hasil :
Ø Tidak sesak nafas
Ø tidak gelisah
Ø GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <>
Intervensi :
Ø Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
Ø Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
Ø Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
Ø Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
Ø Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
Ø frekuensi jantung 60-100 x/ menit
Ø TD 120-80 mmHg
Intervensi :
Ø Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
Ø Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
Ø Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
Ø Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
Ø Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Klien tampak rileks
Ø Klien dapat beristirahat
Ø TTV dalam batas normal
Intervensi :
Ø Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
Ø Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Ø Ajarkan tehnik relaksasi
Ø Minimalkan rangsang yang membuat stress
Ø Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
Ø Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
Ø Berikan support mental
Ø Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
Ø Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
Ø Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
Ø Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
Ø Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
Ø Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.




DAFTAR PUSTAKA
Hazinski Mary Fran (2004), Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for Healthcare Providers, AHA, USA
Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press, Surabaya
Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi, PERKI
Pratanu Sunoto (2000), Kursus EKG, PT Karya Pembina Swajaya, Surabaya
Ruhyanudin Faqih (2006), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, UMM Press, Malang
Woods Susan L (2005), Cardiac Nursing 5th edition, Lippincott Williams and Walkins, USA
Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk,Juni 2006 “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam” Edisi ke Empat-Jilid III