29 Apr 2012

Asuhan Keperawatan Skrofuloderma

A.     ANATOMI FISIOLOGI
KULIT TERBAGI MENJADI 3 LAPISAN
1.      EPIDERMIS
Terbagi atas 4 lapisan:
a)      Lapisan basal / stratum germinativum
·terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis.
·Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade.
·Lapisan terbawah dari epidermis.
·Terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar matahari.
b)      lap. Malpighi/ stratum spinosum.
  • Lapisan epidermis yang paling tebal.
  • Terdiri dari sel polygonal
  • Sel – sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri.
c)      lap. Granular / s. granulosum.
  • Terdiri dari butir – butir granul keratohialinyang basofilik.
d)      lapisan tanduk / korneum.
  • Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Dalam epidermis terdapat 2 sel yaitu :
1. Sel merkel.
Fungsinya belum dipahami dengan jelastapi diyakini berperan dalam pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.
2. Sel langerhans.
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus.
Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints.

2. DERMIS (korium)
  • merupakan lapisan dibawah epidermis.
  • Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:pars papilaris.( terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen DAN Retikularis YG Terdapat banyak p. darah , limfe, dan akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.

3. JARINGAN SUBKUTAN ATAU HIPODERMIS / SUBCUTIS.
  • Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.
  • Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang.
  • Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.
  • Sebagai bantalan terhadap trauma.
  • Tempat penumpukan energi.
4. KELENJAR – KELENJAR PADA KULIT
1. Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
2. Kelenjar keringat
Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
a. kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit.
Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.
Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik.pengekuaran keringat oada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap setress, nyeri dll.


b. kelenjar Apokrin.
Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel rambut.
Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan berkurang pada sklus haid. K.Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).
Pembuluh darah dan syaraf.
Pembuluh darah kulit terdiri dari 2 bagian :
1. Anyaman pembuluh nadi kulit luar yang terdapat antara stratum papilaris dan stratum reticularis.
2. Anyaman pembuluh nadi kulit dalam. Yang terdapat anatara corneum dan subcutis. Pembuluh- pembuluh darah ini diperkirakan mensuplay 1/3 kebutuhan darah pada kulit.
Peredaran darah pada kulit banyak /sedikitnya dipengaruhi oleh vasodilatasi dan vasokontraiksi akibat :
- Rangsangan dingin, panas,nyeri ,emosi,
- Vasodilatasi maka aliran darah ke permukaan kulit menjadi meningkat sehingga konduksi panas akan terjadi.
- Pembuluh darah berkontriksi akan menurunkan aliran darah ke permukaan kulit dalam upaya mempertahankan panas tubuh.
Persyarafan pada kulit.
Syaraf spinal yang menuju ke permukaan tubuh terdiri dari syaraf
sensorik dan syaraf motorik.
- Syaraf sensorik menerima rangsangan dari berbagai aksi yang datang dari luar terdapat di bagian epidermis.
- Syaraf motorik , berguna untuk mengerakkan alat-alat yang terdapat pada kulit .
- Sympatis dan para sympahatis.
FUNGSI KULIT SECARA UMUM.
1. SEBAGAI PROTEKSI.
  • Masuknya benda- benda dari luar(benda asing ,invasi bacteri.)
  • Melindungi dari trauma yang terus menerus.
  • Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh.
  • Menyerap berbagai senyawa lipid vit. Adan D yang larut lemak.
  • Memproduksi melanin mencegah kerusakan kulit dari sinar UV.


2. PENGONTROL/PENGATUR SUHU.
  • Vasokonstriksi pada suhu dingn dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah meningkat terjadi penguapan keringat.
3 proses hilangnya panas dari tubuh:
  • Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah.
  • Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh.
  • Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi
  • Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.)
3. SENSIBILITAS
  • mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.

4. KESEIMBANGAN AIR
  • Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subcutan.
  • Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari untuk dewasa.
5. PRODUKSI VITAMIN.
  • Kulit yang terpejan sinar Uv akan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D.
B.     PENGERTIAN
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan organ lainnya. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara endogen maupun eksogen dari pusat infeksi. Klasifikasi tuberculosis kutis yaitu tuberculosis kutis yang menyebar secara eksogen (inokulasi tuberculosis primer, tuberculosis kutis verukosa), secara endogen (Lupus vulgaris, skrofuloderma, tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis orifisial, tuberculosis miliar akut) dan tuberkulid (Liken skrofulosorum, tuberkulid papulonekrotika, eritema nodosum). Salah satu tuberculosis kutis yang menyebar secara endogen adalah skrofuloderma.
            Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul akibat penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang telah terserang penyakit tuberculosis misalnya otot, tuberkulosis kelenjar getah bening, tuberculosis tulang dan keduanya atau tuberculosis epididimis atau setelah mendapatkan vaksinasi.
Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya.
C.     EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia manapun, terutama di Negara – Negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang termasuk Indonesia, tuberculosis kutis sering ditemukan. Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi yang kurang dan sanitasi yang buruk. Skrofuloderma menyerang semua usia tetapi lebih sering terjadi pada anak – anak dan dewasa muda. Prevalensinya tinggi pada anak – anak yang mengonsumsi susu yang telah terkontaminasi Mycobacterium bovis.


D.    ETIOLOGI
Penyebab utamanya adalah Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis berbentuk batang, panjang 2-4/μ dan lebar 0,3-0,5/ μ, tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan suhu optimal pertumbuhan 37°C. Selain M. tuberculosis, M. bovis juga dapat menyebabkan terjadinya skrofuloderma.
E.     PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas.

F.      PATOGENESIS
Pada penyakit ini biasanya menular melalui percikan air ludah dan oleh karenanya porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau paru, jika di ketiak maka kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, jika di lipat paha porte d’entrée pada ekstrimitas bawah. Kadang – kadang ketiga tempat predileksi tersebut terserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan lipatan paha.
Skrofuloderma merupakan hasil dari adanya penjalaran jaringan di bawah kulit yang terserang tuberculosis, biasanya kelenjar getah bening, tetapi kadang – kadang dapat juga berasal dari tulang, atau kedua – duanya atau tuberculosis epididimis.
Tuberkulosis kelenjar getah bening tersering terjadi dan yang terkena adalah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula, leher bagian lateral, ketiak, dan lipatan paha (jarang terjadi). Fokus primer didapatkan pada daerah yang aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar getah bening yang meradang.
Penyebaran penyakit terjadi secara cepat melalui limfatik ke kelenjar getah bening dari daerah yang sakit dan melalui aliran darah. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul skrofuloderma. Reinfeksi eksogenous bisa terjadi meskipun jarang dan reaksinya pada host yang telah tersensitasi oleh infeksi sebelumnya berbeda dengan mereka yang belum tersensitasi.

G.    TANDA dan GEJALA
Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening (limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula – mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi. Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang purulen, jika mengering menjadi krusta warna kuning.
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Jembatan kulit (skin bridge) kadang – kadang terdapat di atas sikatriks, biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut.

H.    TEST DIAGNOSTIK
v  Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahu penyebabnya. Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus.
Pemeriksaan bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain :
·        pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL.
·        Kultur
Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif (Lowenstein-Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M. tuberculosis butuh waktu 3 – 4 minggu untuk berkembang biak.
·        PCR.
Pada pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M. tuberculosis. 2. Pemeriksaan Histopatologi
v  Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis.
Pada gambaran histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami nekrosis kaseosa oleh sel – sel epitel dan sel – sel Datia Langhan’s.
v  Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)
Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita pernah terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi tersebut masih berlangsung aktif atau telah berlalu.
v  LED
Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih penting untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.
I.       DIAGNOSIS BANDING
1. Aktinomikosis
Skrofuloderma di leher biasanya mempunyai gambaran klinis yang khas sehingga tidak perlu diadakan diagnosis banding. Walaupun demikian aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan beberapa muara fistel produktif.
2. Hidradenitis supurativa
Jika skrofuloderma terdapat di daerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa yakni infeksi oleh Piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai dengan tanda – tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan leukositosis. Hidradenitis supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang mengakibatkan retraksi ketiak.
3. Limfogranuloma venereum
Skrofuloderma yang terdapat di lipatan paha kadang – kadang mirip dengan penyakiy venerik yaitu limfogranuloma venereum (LGV). Perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesis disertai gejala konsitusi (demam, malese, artralgia) dan terdapat kelima tanda radang akut. Lokalisasinya juga berbeda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial, sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan femoral. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.

J.        PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis kutis pada prinsipnya sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, yaitu menggunakan kombinasi beberapa obat dan diberikan dalam jangka waktu tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, untuk kasus tuberkulosis kutis maka pengobatan yang diberikan dimasukkan dalam kategori III (2HRZ 6HE, 2HRZ4HR, 2HRZ4H3R3)
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah semua fistel dan ulkus telah menutup, seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang dari 1 cm dab berkonsistensi keras), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritema lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberculosis. Jika terjadi penyembuhan, LED akan menurun dan menjadi normal.
Pengobatan topical pada pasien tuberculosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Jika basah, kompres dengan kalium permanganate 1/50.000. Jika kering diberikan salep antibiotic.
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan. Terapi pembedahan pada skrofuloderma biasanya diindikasikan untuk kasus :
- terapi dengan antituberkulosis gagal
- penderita skrofuloderma disertai penurunan kekebalan tubuh
- penderita skrofuloderma berulang
- penderita skrofuloderma disertai dengan penyakit yang berat.

K.    PROGNOSIS
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas Lukas (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah diseburkan, prognosisnya baik.  


ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
ü  Pemeriksaan fisik
ü  Peningkatan warna kulit
ü  Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (Dispneu,batuk kronis,peningkatan tekanan darah, pusing dan lain-lain)
ü  Gejala-gejala trombosis (Angina), disebabkan oleh peningkatan viskositas darah.
ü  Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh hemolisis sel darah yang tidak matang
ü  Riwayat penyakit paru
Diagnosa keperawatan
¨  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi kulit
¨  Nyeri berhubungan dengan lesi kulit
¨  Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.


DAFTAR PUSTAKA
·        Suhariyanto B, Prasetyo R. Terapi alternative pada pengobatan skrofuloderma. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2006 Agust 2:18:133-5.
·        Djuanda A. Tuberkulosis kulit. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;1999. p. 64-72.
·        Meltzer MS. Cutaneous tuberculosis [Online] 2006 Nov 20 [cited 2007 March 7];[10 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com.
·        Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja E. Skrofuloderma pada dada. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2002 Apr 1:14:101-5.
·        Siregar HS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed.2. Jakarta: EGC;2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar